Kamis, 08 Maret 2012

Novel KEMI-Adian Husaini


Judul         : Kemi (Cinta Kebebasan yang Tersesat)
Jenis Buku   : Sebuah Novel
Penulis         : Adian Husaini
Penerbit       : Gema Insani
Cetakan Pertama, September 2010 M / Syawal 1431 H. Cetakan Keempat, April 2011 M / Jumadil Awwal 1432 H.
316 Halaman dan 18,3 Centimeter






Diawali dengan kepergian Kemi, salah satu santri cerdas Ponpes Minhajul Muslimin asuhan Kyai Rois, Adian Husaini memulai novel ini dengan memberikan prolog bahwa kepergian yang tiba-tiba dari seorang santri pasti memiliki latar belakang yang tidak sederhana. Kemi diceritakan memulai aktivitas barunya di salah satu kampus perdamaian di Jakarta yang menerima mahasiswa dari agama apapun. Tergerak untuk menelisik dan hasrat mengembalikan sahabatnya kembali ke pesantren, Rahmat, tokoh utama novel ini, menyusul Kemi ke Jakarta. Dari pertemuan mereka, Rahmat mendapati Kemi sudah tidak seperti dulu lagi. Pemikirannya berubah. Diskusi yang dilakukan membuat Rahmat sadar bahwa Kemi telah terjangkit virus liberalisme. Setiap agama itu memiliki kedudukan yang sama. Agamanya hanyalah simbolisasi dan esensinya mengarah pada Tuhan yang sama. Itulah pemahaman agama yang Kemi yakini sekarang. Dan Kemi beserta Siti—mahasiswa sekampus seorang aktivis gender yang di akhir novel menjadi penentu ‘ada apa di balik aktivitas kampus perdamaian’—dan kawanannya aktif menyebarkan pemikiran ini melalui pelatihan di pesantren, kampus, dan tempat-tempat lainnya.

Selanjutnya, Adian Husaini menuturkan bahwa Rahmat memberanikan diri menjawab tantangan Kemi dengan bergabung dengannya di Jakarta dengan azzam meluruskan pemikiran Kemi agar tidak berdampak luas, termasuk untuk pesantrennya. Berbekal ilmu dari dan komunikasi intens dengan Kyai Rois, Rahmat memulai investigasinya kepada Kemi. Mulai dari pertemuannya dengan Sabar—anak kampung yang mencurigai aktivitas Kemi dan kawanannya di salah satu rumah besar di kampungnya—, pertemuan dengan Siti, sampai perdebatan dengan rektor Profesor Malikan mewarnai hari pertama Rahmat. Dia menjadi bahan pembicaraan sekampus setelah dalam perdebatan tersebut dia unggul karena berhasil mematahkan argumen pemikiran liberal pak rektor.

Klimaks pada novel ini diawali dengan wafatnya, Kyai Dulpikir, seorang aktivis liberal, yang kala itu memandu sebuah seminar terbuka di kampus setelah didebat oleh Rahmat. Sejak saat itu, Rahmat diamankan oleh salah seorang kerabat Kyai Rois. Berita kematian Kyai Dulpikir tersebar luas di media massa tanpa disadari oleh Rahmat. Siti yang sedari awal menghilang tak berjejak sejak pertemuan terakhir, mengingatkan Rahmat akan pesannya untuk berhati-hati. Nyawanya terancam. Polisi terlibat dalam kasusnya. Dan dari sini, akhirnya terkuaklah misteri ada apa di balik aktivitas Kemi kawanannya. Alhasil, di balik aktivitas Kemi ternyata ada orang-orang yang menunggangi penyebaran pemikiran liberal demi uang dan cairnya dana asing yang menghendaki pemikiran liberal menyebar di masyarakat. Kasus ini berhasil diusut dengan ditangkapnya Roman yang notabene diceritakan sebagai teman diskusi Kemi—walaupun harus dibayar dengan taruhan nyawa Kemi yang diakhir cerita sadar akan kesalahan pilihannya.

Adian Husaini memaparkan novel ini dengan gaya tulisan yang berbeda dari tulisan yang biasa beliau tulis. Sebagai penulis, kolumnis dan mantan jurnalis, banyak kita temui tulisan beliau yang terpapar sedemikian ilmiahnya. Namun, kali ini berbeda. Kemi disajikan dengan gaya bahasa remaja yang renyah dan mudah dipahami. Padahal, tulisan yang disajikan memiliki substansi pemikirannya yang sangat dalam. Memaparkan alur silogisme, logika, dialektika, perdebatan baik monolog maupun dialog dengan terkesan tidak terburu-buru dalam memainkan emosi pembacanya. Adian Husaini mampu menampilkan dialog yang vulgar antara tokoh liberalis dengan pemahaman Islam-nya.

Dengan subjudul ‘Cinta Kebebasan yang Tersesat’, dalam novel ini Adian Husaini mencoba menampilkan diri sebagai novel ringan yang bisa dibaca oleh siapa pun, kawula muda. Saya pikir tidak berlebihan bila saya jawab ‘ya’, karena sebagai bagian bagi kawula muda saja tertarik untuk membaca novel. Sebagai novel, KEMI patut diacungi jempol walau diakui atau masih memiliki kekurangan yang tidak terlepas dari latar belakang beliau. Dengan tata bahasa yang rapi sebagaimana khas beliau dalam menulis jurnal Islam ilmiah, pada akhirnya beliau kurang menampilkan setting suasana yang membuat suatu novel menjadi instrumen imajinasi pembacanya. Dalam novel ini beliau juga kurang memperhatikan diksi yang biasanya menjadi stimulus ‘serunya’ sebuah novel. Namun, over all berlebihan apabila disematkan jargon BUKAN NOVEL BIASA pada novel KEMI ini. Lebih kepada pesan-pesan yang ingin disampaikan lewat dialog dan debat antara Rahmat dan Kemi, atau Rahmat dan dosen2 liberal. Cerita mengalir begitu cepat, tidak ada pendalaman karakter, seperti hendak segera mempertemukan pembaca kepada paragraf-paragraf esensial sebagai counter attack terhadap pemikiran pluralisme, multikulturalisme, dsb. 

Dengan gaya sedemikian rupa, menurut penulis novel ini penting untuk dibaca oleh siapa pun, utamanya kepada mereka yang ingin atau baru mempelajari tentang ragam pemikiran Islam. Tapi menurut saya terlalu mendramatisir cerita tentang liberal yang beliau paparkan. Dan memaksakan di rangkaian bantahan (wacana bejo dan dokter Ita itu), sangat tidak cerdas dengan menjadi seorang wartawan dalam gambaran cerita buku ini. Walaupun maksudnya menguak sesuatu yang tabu, tapi dialog tersebut malah terdengar tidak etis, apalagi cara Bejo bertanya terbilang kasar. Rasanya bab tersebut seperti hanya selipan yang sebenarnya tidak terlalu penting, mengingat isinya tidak banyak berpengaruh pada kelanjutan kisah. Mungkin maksud penulis ingin memaparkan tentang cara berpikir kaum feminis, tapi malah terkesan dipaksakan. Saya cenderung berpendapat, alangkah baiknya jika sosok Siti yang lebih diperkuat sebagai ‘ikon’ feminis dalam buku ini. Sayang sekali buku yang bagus ini tidak dikawal oleh editor yang mumpuni.

Setelah baca buku ini, menurut saya Adian Husaini sangat takut dengan Liberal atau pemikir-pemikir barat. Sehingga mulai dari terbentuknya Novel yang mampu mendogma kawula muda lebih cepat terserang pesannya. Yang pada akhirnya liberal islam seperti ini yang beredar di jagad raya. Alhasil kawula muda tidak akan bersentuhan dengan pemikir-pemikir barat. Tak disadari kah, orang-orang besar bahkan organisasi-organisasi Islam banyak belajar dari Negara-negara barat. Bukannya mereka masuk dan terjangkit dengan orang-orang bahkan pemikir-pemikir di sana? Di sisi lain, dalam kehidupan sehri-hari sadar dan tidaknya terkadang kita masih mempraktekkan teori-teori barat. Kalau memang Adian Husaini ingin membersihkan pemikiran-pemikiran barat atau paham-paham liberalism, bersihkan sekalian semua mulai dari buku-buku yang berserakan bahkan semua system yang berbau liberalis masuk dalam (kapitalis-sosial-komunis). Takut hanya pada Allah, jangan takut pada sistem yang di buat oleh tangan-tangan manusia.

Saran saya bagi yang berminat membaca buku ini jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan apa yang di paparkan dalam Novel tersebut, istilahnya jangan cepat terjebak dalam “Truth Claim”. Kalau bisa ada buku-buku pembanding dan paparan tentang Liberalisme lebih dalam.

Jangan membaca buku ini jika engkau berharap menemukan kata-kata indah berbunga-bunga. Di sini, engkau disuguhi logika-logika, pemikiran-pemikiran dan argumentasi-argumentasi. Semuanya mengarah pada sebuah kesimpulan, bahwa memahami islam tidak bisa "semau gue", bahwa semua sudah ada pedoman yang jelas. 

Novel yang menggambarkan pertarungan para pemurni ajaran agama, dengan para liberal yang menafsirkan ajaran agama sekehendak hati. Patut dibaca oleh mereka yang gelisah menemui fenomena keberislaman yang "semau gue". Sekali lagi hati-hati dengan Truth Claim”.

Recomended juga untuk membaca Islam Liberal 101. Dengan judul yang sama (Leonard Binder-Pustaka Pelajar) dan (Zuly Qodir-LKiS)… J
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Sekilas

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Mega Oc. - Saya Senang dengan anda mengklik informasi ini, berarti anda peduli dengan keberadaan blog ini, saya berharap ini bukan untuk pertama kalinya anda mengunjungi blog ini. Mudah-mudahan blog ini bermanfaat.

Sekilas Pesan

Belajar dan belajar sampai bodoh kembali. Tdk menginginkan org lain kecewa krn tingkah ku. Menabur kebaikan akan menuai berkah. Jadi tdk menabur angin agar tdk menuai badai.(' ',)