Rabu, 07 Maret 2012

AKU dan Kisah Kost Ku 2



Apakah bintang dan bulan masih ada di langit yang sama, dan masih tersenyum buatku?

Orang-orang pernah berkata denganku, bintang dan rembulan itu akan selalu berpendar di langit. Dan kamu bisa menyaksikan selama masih ada. Di sisi lain ada juga yang menasehatiku, kamu dapat merasakan hangat matahari selama pagi dan siang setia mengunjugi bumi.

Sebenarnya, aku suka dengan kilat yang datang kala hujan menderas, walau seharusnya mereka tak perlu menggelegar. Cukup beri cahaya pendar meski sesaat.

Tapi entah sejak kapan, hidup ini di penuhi gelegar kilat semata. Aku tahu itu bukan petanda datangnnya hujan, saat semua orang di sekitarku tersenyum dengan berbagai aktivitasnya, berjalan sambil memikirkan hak mereka.  Lalu salah satu dari mereka tersenyum lebar karena keberhasilan mereka. Sejak saat itu bintang dan bulan selalu tersenyum di langitku.

Tapi entah kenapa gelegar kilat yang menggorogoti ku tak kunjung berakhir. Hidup yang berkeinginan dengan daya tahan tubuh yang kuat, tapi tak mampu bertahan seperti dulu kala kekuatan batin dan fisik ku.

Jika orang-orang melihat dengan keadaan ku di bawah rembulan dan bintang-bintang dengan senyumannya, mungkin akan bertanya kenapa dengan keberadaan ku di kejauhan! Seandainya itu benar adanya, aku tak mampu untuk mejawabnya. Kata seorang dosen hukum, aku tak mampu memperbaiki senyuman bulan dan bintang itu. Sekarang dia hanya tersenyum buat orang-orang yang menuju kesuksesan. Tapi senyuman itu tidak kau dapatkan.

Menyimak kata-kata seorang dosen, sepertinya itu benar! Aku tahu beliau terlalu banyak di beri ujian, sehingga hal-hal remeh sudah kebal dalam hidupnya. Tapi bukan itu maksudku.

Perih itu semakin menggorogotiku saat maha sakit itu datang! Namun itu terlalu sederhana dibandingkan dengan apa yang dapat di lakukan. Sakit melemaskan tubuh yang kokoh, bahkan fisik yang kuat. Terkadang sakit melumpuhkan segalanya, yang tidak menyisakan kekuatan.

Kenari nama jalan seuntai kost yang penuh dengan kemaksiatan. Aku juga bingung! Apakah yang menggerogotiku imbas dari kemaksiatan itu? Atau Tuhan telah memberikan ku cobaan merubah arah kiblat orang-orang itu? Aku tahu mereka sedang asyik menikmati malamnya bintang dan rembulan yang sedang tersenyum. Bahkan terkadang aku merasa tak adil jika melihat mereka di berikan senyuman oleh yang berada di langit. Tapi aku tak boleh zoudzon dengan hal itu. Aku pernah bercerita tentang aku dan kisah kost ku, kini aku melanjutkan hal itu.

Di depan kamar aku selalu melihat seorang wanita berparas ayu, putih dan tinggi. Sebut saja namanya Dian. Seorang wanita yang yang masih berstatus mahasiswa di Universitas Atma Jaya. Memang awalnya wanita ini begitu cuek dan jutek, tapi aku tak pernah perduli tentang itu. Tiap harinya aku lempar senyuman dengannya, dengan niat ingin berteman dengan wanita itu. Bukan berarti mengemis, hanya tidak enak dalam suatu ruang kosong tak dapat salam sapa sesama mahasiswa. Sampai sekarang aku baik dengan wanita itu. Bahkan sharing-sharing masalah pelajaran. Aku suka dengan dia, dia yang punya kemauan belajar.

Wanita itu punya ciri khas tersendiri denga suara cemprengnnya. Tiap berhadapan dengannya pasti aku tertawa dan tersenyum. Dia memanggilku megol, sebutan yang aneh. Tapi kata teman-teman yang lain itu lah dia, yang suka merubah nama orang-orang. Aku maklumi dan hanya tersenyum. Sebagai bahan tertawa dan tersenyum ku di saat rembulan dan langit tak mampu memberikan ku senyuman manis itu.

Wanita itu dekat dengan yang namanya mba nisa! Dia salah satu anak kost yang menjadi kepercayaannya. Setiap dia berbicara apapun itu, mba nisa mendengarnya, kalau pun berkomentar itu hanya sekilas untaian udara. Mereka ibarat anak dan ibu. J
Tapi kini wanita itu sudah tak begitu suka dengan tindakan mba Nisa yang tidak senonoh menjadi seorang istri yang tidak bertanggungjawab dengan amanah.

Dulu aku pernah menyebutkan nama Rizki dan Glo! Kami semua adalah satu dalam ruang kosong. Maaf kali ini aku mengatakan ruang kosong bukan tak mempunyai alat rumah tangga, hanya iman yang di miliki rumah paten itu tak mampu melakukan hal sederhana dengan agamanya. Semua merasakan kerisihan yang sama.

Kenapa rembulan dan bintang masih memberikan senyuman buat pelaku maksiat itu? Sakit yang menggorogoti ku tak memberikan tanda bahwa akan sembuh dengan kesendirian dalam kamar 3x2. Barangkali sakit ini imbas dari rumah hampa tanpa makna itu. Apakah ini yang dinamakan makan hati yang tersembunyi dengan raut wajah yang biasa dan dipenuhi dengan kebohonganku? Tapi sepertinya tidak, aku merasakan sakit jika hamba Tuhan tidak dapat melakukan hal kebaikan. Sakit yang ku rasakan, aku memposisikan diriku jika aku berada pada lelaki taat dan setia itu!

Pernah ku di singgung dengan kata-kata yang tidak enak! Menurut ku itu biasa, kekebalan yang ku rasakan sedikit membentengiku dengan semua kata-kata singgungan yang berserakan. Apakah yang namanya mba nisa itu mulai risih dengan keberadaanku dalam ruang kosong dan hampa itu? Karena sempat ku mendegar dari adik risky kalau mba nisa pernah berkata aku orangnya berani, entah berani pada pendekatan apa, atau apa. Aku hanya tersenyum dengar kata-kata itu.

Pa Agus tak pernah berhenti datang mengapeli-nya, entah pagi, siang, sore, lebih ganasnya lagi malam. Mereka berbuat dengan mengimbaskan anak-anak kost! Imbas yang ku maksud adalah efek dosa dari perbuatan mereka. Keberadaan dosa dalam ruang hampa itu sudah merebak dekade berjalan dua tahun ini. Aku takut sakit yang menggorogitiku tak kunjung sembuh. Dan aku takut aku tak mampu melihat rembulan dan bintang-bintang lagi dengan senyumannya.

Kemarin sempat aku tak mau menjadi wanita penggosip yang di nilai oleh orang-orang, tapi kini aku seperti terdorong oleh tanggungjawab sebagai seorang wanita yang menjalankan agama untuk meluruskan kiblat mereka yang selalu stay tiap malamnya di ruang tamu gelap itu. Sudah ku katakan hanya rembulan dan bintang menerangi disaat mereka berdua. Setiap harinya aku dan teman-teman kost itu berbicara hal ini tak boleh terulang dengan hal yang sama dan terulang dengan setiap harinya. Aku berharap ini bukan menjadi istilah orang-orang dengan kata gosip. Aku tahu itu hak mereka, hanya kami punya kewajiban mengingatkan dengan perselingkuhan mereka. Kalaupun toh kami ini seorang anak yang hanya belajar dan belajar, tapi kami butuh ketenangan dalam ruang itu. Kalaupun toh tante kaya itu tahu tentang hal mereka, mugkin itu akan lebih ganas lagi, tak seganas pertemuan mereka malam itu. Semua mengetahui hal itu salah! Perselingkuhan dan tak mampu menjaga amanah seorang suami di saat di tinggal kerja, menjadi sebuah kemurkaan dan laknat bagi sang wanita tersebut. Menunggu adzab saja dari Tuhan! Tapi kapan, apakah kami harus selesai? Aku berharap semoga selesainya kami tidak terganggu dengan hal-hal virus kemaksiatan itu. Kami ingin selesai dengan tenang dengan meninggalkan jejak positif di hadapan orang-orang permanen itu.

Perselingkuhan yang dahsyat menjadi cerita tanpa henti di ruang kosong dan hampa itu. Aku kasihan dengan mereka yang melakukan itu! Tapi di sisi lain aku berharap Tuhan memerintahkan rembulan dan bintang-bintang itu tak memberikan senyuman buat mereka lagi. Aku berharap senyuman itu berbalik dengan ku yang telah tergerogoti oleh sakitnya ujian.

Lelaki taat dan setia itu adalah  mas Jum, sampai sekarang ia tak pernah mengetahui tentang privacy mereka berdua, walaupun mereka selalu duduk bertiga di depan layar lebar yang di cetus mahasiswa jerman Paul Gottlieb Nipkow (mematenkan sistem televisi mekanik pertama, pada tahun 1884).

Aku tak tahu, apakah apa yang ada di langit memberikan senyuman juga buat mas Jum, atau kah sama sakit yang menggerogoti ku? Kalau di katakan rembulan dan bintang tidak menunjukkan keadilannya dengan kisah ini, mungkin wajar. Atau kah Tuhan telah mengatur hal ini dengan sistemnya? Di mana kami yang muda menikmati sakit itu dengan efek dosanya, dan yang tua menikmati senyuman manis itu dengan tindakan yang tidak senonoh?

Masih menebar kesyukuran! Sakit yang menggerogoti ini tak melumpuhkan kekuatan fisik. Hanya menguras pikiran melawan hawa maksiat dengan berbagai cara yang di baluti dengan keimanan.

Dan masih menebar doa, memohon maaf sampai sekarang tidak bisa melaksanakan tugas sebagai Khalifah Fil Ardh. Aku hanya bisa tersenyum dengan memaksakan bintang dan rembulan tersenyum. Serta melawan sakit yang menggorogoti alunan kisah kehidupan ini.

Berharap esok akan lebih dalam lagi makna hidup ini. Barangkali harapan-harapan itu tidak akan berhenti sampai disini. Kalau orang-orang selalu memberikanku nasehat tentang bintang dan rembulan yang selalu tersenyum buat orang-orang menuju kesuksesan, berarti sang penebar dosa tidak mendapatkan bagian senyuman itu.

Insya Allah rembulan dan bintang-bintang akan selalu ada di langitku yang penuh dengan kebaikan. Walaupun hanya memberikan cahaya, pendar meski sesaat. Reruntuhan hujan yang penuh dengan duka seorang lelaki, tergerogoti penyakit lumpuh jika kisah ini terbuka dengan menggelepar tubuh tak berdaya.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Sekilas

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Mega Oc. - Saya Senang dengan anda mengklik informasi ini, berarti anda peduli dengan keberadaan blog ini, saya berharap ini bukan untuk pertama kalinya anda mengunjungi blog ini. Mudah-mudahan blog ini bermanfaat.

Sekilas Pesan

Belajar dan belajar sampai bodoh kembali. Tdk menginginkan org lain kecewa krn tingkah ku. Menabur kebaikan akan menuai berkah. Jadi tdk menabur angin agar tdk menuai badai.(' ',)