Senin, 07 Mei 2012

Nasihat dari Sang Pelacur


30 Maret 2012 – 15:30

Sore itu saya berjalan sendiri di sepanjang malioboro untuk mencari toko baju muslimah. Dan ketika itu rasa penat dan dibawah pohon menjadi tempat peristirahatan sementara. Setelah puas dan kepenatan perjalanan yang melelahkan itu berangsur hilang, saya pun kembali berjalan menempuh yang di tuju. Mengetahui suasana malioboro sungguh menyenangkan, yang di mana salah satu tempat perbelanjaan para pendatang di penjuru dunia. Orang-orang berderet menjual dengan produk yang sama serta harga yang berbeda. Semua khas Yogyakarta.

Yang mengherankan, ada seorang yang juga diiringi banyak manusia yang berusia remaja dengan tampilan yang sangat keren. Mereka seakan menandingi para pendatang dan penjual di sederetan malioboro, kendati tidak sebanyak penjual di malioboro itu. Ternyata para remaja itu membuntuti “papro” (para prostitusi) dengan berbagai tawa dan canda mereka. Salah satunya bernama Dina pros, si Din, sehingga terkenal dengan sebutan Dina Prostet. Rupanya wanita ini sangat terkenal di tempat-tempat prostitusi yang ada di Yogyakarta, bahkan dia pernah bergelut lama di dolly Surabaya. 

Lelah terasa lagi! Saya pun beristirahat sambil membeli air mineral. Lalu wanita itu menghampiriku dengan memanggilku hai “washol” (wanita sholeha). Awalnya saya terkejut dengan panggilan itu, karena dia hanya menyingkat panggilan, beberapa menit kemudian baru wanita itu menyebutkan kepanjangan dari panggilan itu. Saya pun menyambut panggilan itu dengan ramah seraya menyingkapkan dengan tersenyum.

Iya mba! Aku pun menyambut panggilannya.” Kami lama ngobrol, wanita itu sempat bercerita tentang dirinya, dan tujuannya berjalan di sepanjang malioboro untuk mencari orang yang bisa ikut bersamanya (mobilisasi massa). Katanya, apa yang aku lakukan juga berat buat hati. Tapi jika aku tidak bekerja aku tidak bisa makan dan menyekolahkan anak-anakku mba. Menjadi pelacur adalah solusinya.

Saya heran! Ngobrol lama dengannya, wanita itupun tak menanyakkan namaku. Dia pun berkata lagi, suatu saat kalau kita bertemu lagi mungkin kamu adalah orang yang membuat aku sadar dengan pekerjaan hina ini. Saya hanya tersenyum dan menjadi pendengar celotehannya dengan setia. Dia melemparkan pertanyaan yang mengangetkanku apa kamu tidak takut aku ajak ke tempat yang hina itu, kok kamu hanya santai dan tersenyum mengahadapiku mba? “Ga mba, di lanjuti aja ceritanya, saya akan menjadi pendengar setiamu, sembari tersenyum.. 

“Wahai wanita sholeha, dulu aku pernah bersekolah Islam, masih aku ingat dengan salah satu hadits yang selalu di lontarkan oleh guruku, mudahan ini tidak salah Aiman bin Nail dari Qudamah bin Abdillah Al-Amiri (putus-putus sambil mengingat), ia mengatakan, “Aku melihat Rasulullah pulang dari melakukan wuquf di Arafah dengan menunggang onta kelabu. Ketika itu beliau tidak pernah menyingkirkan manusia untuk mendapat jalan, tidak juga mengatakan, minggir,, minggir..” Wahai wanita sholeha, “kata wanita itu lebih lanjut, “bepergianmu dengan sikap yang ramah dan rendah hati adalah lebih baik dari pada dengan sikap congkak dan sombong”.

Mendengar ucapan wanita itu, kehalusan perasaan hati tersentuh! Betul kata Prof. Nur Syam bahwa kita tidak bisa menilai seseorang dari luarnya. Kita harus tau dunianya dengan cara berdialog, sehingga kita mengerti dan mengajaknya ke hal lebih baik. Kesempatan hening tersebut malah saya pergunakan untuk mendulung kenikmatan rohani yang lebih dalam lagi, hingga saya pun mengatakan, “tambahkanlah nasihatmu itu mba, pasti masih banyak lagi kamu ingat dari pelajaran dahulu”.

Aku sanggupi dan terima tantanganmu mba, “kata wanita jalang itu”.

“Jika saja seseorang itu diberi kekayaan yang cukup dan memiliki wajah tampan, kemudian dia bersedekahkan hartanya itu, disamping menjaga ketampanannya agar tidak terjatuh dalam kemaksiatan, sikap demikian itu akan di tulis Allah sebagai orang-orang yang penuh kebajikan dalam buku catatan amal yang ada di sisi-Nya”. Dari hasil kerjaku, aku bersedekah juga mba. Apa lagi ini tar lagi puasa mba, ‘kata wanita itu dengan santainya”.

“Betapa bagus nasihatmu itu! Sedikit aku hanya mengetesnya memberikan santunan pada wanita itu. Seketika itu pula dia berkata, “kembalikanlah harta ini pada orang yang memilikinya mba, aku tidak membutuhkan uluran tanganmu mba,” begitu wanita itu menolak dengan sopannya.

“kalau begitu jika kau mempunyai tanggungan hutang yang belum terbayarkan, akan saya lunasi hutang itu, tawarku yang kedua kalinya!

Wahai washol, aku masih ingat cerita guruku “para ulama telah mengatakan bahwa melunasi hutang dengan hutang (hanya dengan kata-kata dan janji sebelum ditunaikan) itu menurut mereka tidak sah, tidak pula di perbolehkan,” sahut wanita itu kembali.

Kalau begitu, saya akan mentraktir kamu makan apa yang kamu mau. Seketika itu dia berkata lagi, wahai washol, “engkau dan aku merupakan keluarga Allah. Dengan demikian akan mustahil jika Dia selalu teringat kepadamu, sedangkan aku dilupakan-Nya begitu saja.” Lanjutnya lagi “aku suka sama kamu washol, tidak menghindari aku begitu saja, kalau tadi kamu fanatik dengan agamamu mungkin malah menantangku mengajakmu ke lembah hitam itu. Tapi karena kamu hanya diam dan senyum hatiku juga tergugah ingin ngobrol banyak denganmu. Dari dulu aku ingin berbagi cerita tentang diriku, hanya setiap orang selalu menganggapku salah dan sampah, aku yakin suatu saat kamu menjadi orang sukses washol.” (wanita itu tak hentinya memujiku dengan senyuman dan gayanya yang menguraikan rambutnya).

Mendengar kalimatnya aku heran dengan wanita itu. Masih bertanya-tanya! Dia sangat cerdas, dan dia pun sadar dengan apa yang dia lakukan. Hanya sempat dia bercerita bahwa sudah beberapa kali dia berkeliling mencari pekerjaan halal tapi tak ada satupun tempat menerimanya. Pelacur menjadi pekerjaannya walaupun itu hina di mata orang-orang dan di hadapan Allah SWT. 

Saya pun ingin melanjutkan tujuanku, takut kemalaman dan langit sudah tampak gelap menandakan mau turunnya hujan! Wanita itupun menunggu jemputan germonya. Sampai akhir cerita pun dia tak menanyakan namaku. Aku pamitan! Dari kejauhan dia berteriak, “suatu saat aku percaya kita bertemu lagi ditempat yang sama dan aku aka berubah sepertimu”. Aku tersenyum melambaikan tangan dan mengacungi jempol buatnya.

Selamat tinggal wahai wanita jalang, namun tampak normal. Dari pada orang normal namun seperti sampah dan sampah masyarakat beneran.

2 komentar:

  1. Saya garuk-garuk kepala aja setelah membaca tulisan ini... dan juga penggunaan istahmu pada kalimat ini;
    Aku sanggupi dan terima tantanganmu mba, “kata WANITA JALANG ITU”
    buat saya ngakak guling2... :D.. no sensor itu sexy.. :P

    BalasHapus
  2. sya punya teman dulunya kerja sbg PSK di Jln nusantara MKS, namax susan. sya akrab dgn dia, bahkan setiap sya mampir dikosanx dia selalu memberi nasehat2 bahkan seringkali menceramahi sya. ceritax hampir sama seperti yg diatas...masalah ekonomi yg buat dia menjadi PSK. tpi semangatx untuk berHIJRAH sngat luar biasa, klw sya main kekosanx dia selalu bertax ttng skill sya, dgn gaya sya yg sering bercanda dan selngean sya beri dia beberapa skill yg sya anggap hax sbg lelucon. tpi dia amalkan, Alhamdulillah kabar terbaru sya dengar dia sdh memiliki suami dan kerjaanx skrng menjaul pakaian muslimah.:D

    BalasHapus

Entri Populer

Sekilas

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Mega Oc. - Saya Senang dengan anda mengklik informasi ini, berarti anda peduli dengan keberadaan blog ini, saya berharap ini bukan untuk pertama kalinya anda mengunjungi blog ini. Mudah-mudahan blog ini bermanfaat.

Sekilas Pesan

Belajar dan belajar sampai bodoh kembali. Tdk menginginkan org lain kecewa krn tingkah ku. Menabur kebaikan akan menuai berkah. Jadi tdk menabur angin agar tdk menuai badai.(' ',)