Selasa, 17 Januari 2012

Derita Lampung, Derita Bima, Derita Kita

Kedalaman hanya membuka pintunya pada manusia yang menemukan puncak keheningan dalam guncangan-guncangan...!!!

Derita Lampung, Derita Bima, Derita Kita...

Cerita pemukulan dan pembantaian adalah cerita kesedihan. Demikian juga dengan cerita pembantaian 30 petani oleh aparat berseragam di Mesuji, Lampung. Cerita banyak korban yang mengalami kekerasan dalam bentrok antara warga dengan aparat Kepolisian Bima, Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu, bahkan mereka juga di tahan.@News

Nyawa melayang! Kendati warga yang tergelong lemah menjadi korban. Namun di depan korban yang tergelepak tidak lagi relevan tentang aparat. Lebih relevan bercerita derita-derita manusia.

Semua manusia mau bahagia, tapi sebagian manusia kesehariannya menimbulkan luka-luka penuh derita. Melalui kebencian, kemarahan, dendam dan terus menerus manusia menumpuk derita.

Serangan terhadap warga yang tergolong lemah di Lampung, memang sebuah kegelapan. Dan kegelapan ini mau diselesaikan dengan kegelapan lain melalui serangan lain juga. Dan terjadilah kekerasan sampai menimbulkan banyak korban. Kasus susulan di Sape Bima selain kekerasan, mereka juga banyak ditahan. Terjadi berentetan dengan dendam dan amarahnya. Sudah mulai tersebar luas berita dan analisis kalau nasib Lampung yang serupa dengan kasus Sape Bima.

Bercermin dari sini, peradaban sedang berkejaran dari satu kegelapan kebencian menuju kegelapan kebencian yang lain. Dalam hal ini, Lampung dan Sape Bima sedang berbagi cahaya-cahaya pemahaman. Mungkin benar pendapat sejumlah aktivis perdamaian, bahwa aparat tak layak lagi di hormati.

Derita adalah momentum membayar utang.
Siapa saja yang melawan, tidak saja gagal membayar utang yang baru. 
Siapa yang mengalir dengan derita, ia sedang membayar utang dengan ikhlas kemudian bebas.


DERITA, CINTA, Dan KEDALAMAN

Sebagaimana diceritakan banyak kisah manusia, derita memang berwajah ganda; menyakiti atau membuat suci. Derita menyakiti kalau manusia penuh api dendam dan sakit hati, kemudian dibalas dengan dendam dan sakit hati yang lebih besar. Demikianlah ia menggelinding seperti bola salju yang semakin membesar dari hari ke hari karena melewati jerami.

Derita membuat suci, bila manusia sadar sedalam-dalamnya kalau dalam derita juga ada bimbingan-bimbingan kehidupan. Meminjam pengalaman orang-orangg Sufi, bila dalam daun jatuh saja ada pesan kehidupan., apa lagi dalam derita yang memakan berpuluh nyawa manusia. Jika manusia berkonsentrasi pada bimbingan kehidupan dalam setiap kejadian maka derita bisa membuat manusia mendekati cahaya. Jangankan dalam terang, dalam gelap pun cahaya itu datang. Cahaya ini juga membimbing Lampung dan Sape Bima tatkala di goda derita.

Dalam kearifan Timur, derita adalah momentun membayar utang. Utang kita kehidupan, orangtua, guru, kekeliruan-kekeliruan masa lalu. Siapa saja yang melawan tidak saja gagal membayar utang, ia malah menciptakan utang yang baru. Siapa yang menglir dengan derita, ia sedang membayar utang dengan ikhlas kemudian bebas. 

Dan yang penuh keburuntungan adalah mereka yang terus melawan oleh derita. Terutama karena melalui manusia yang merasakan penderitaan itu. Ia sudah seagung samudra, apapun yang dilemparkan ke sana tidak terpengaruh. Tidak kebayang agungnya kehidupan kalau kematian disambut dengan cara yang tak pantas.

Kebahagiaan memang menawan. namun ia tidak mengajarkan apa-apa. Derita memang penuh air mata, tetapi teramat banyak manusia yang dibuat lebih sempurna oleh derita. Jalaluddin Rumi bercahaya akibat derita kehilangan guru dan buku. Kahlil Gibran lahir dan tumbuh dalam penderitaan. Arjuna memperoleh pencerahan dalam kesedihan yang amat mendalam. Pema Chodran memasuki gerbang pencerahan setelah langit kesetiaannya pada suami di tuntuhkan perceraian.

Derita memang kerap membuat menusia peka dan musah terhubung. Di atas semua ini, derita memaksa menusia menyadari secara mendalam bahwa dirinya saling terhubung dengan makhluk lain dalam jejaring laba-laba yang bernama kehidupan. Apapun yang dilakukan manusia dalam jejaring ini (baik-buruk, suci-kotor, benar-salah) akan kembali ke dirinya.

Dengan demikian tidak berlebihan kalau disimpulkan derita Lampung dan Sape Bima derita kita juga.  Bukankah dalam bunga mawar ada unsur bukan bunga mawar (tanah, air, sinar matahari)???
Bukankah dalam kekejaman aparat ada jejaring kebencian manusia yang telah lama? Bukankah derita Lampung dan Sape Bima sedang mengingatkan manusia hanya dengan cinta kita bisa berbagi? Rupanya derita membuka jendela cinta.

Pencari-pencari kedalam diri (melalui, puasa, meditasi, dzikir, kontemplasi, yoga) teramat jarang berdoa agar mengalami derita. Namun, tetap saja derita berkunjung sebagai tamu kehidupan. Kadang datang melalui bencana, kadang datang melalui kematian, kesialan, kegagalan. Namun, siapa saja yang telah terangi pemahaman "derita membuka jendela cinta", tahu kalau derita juga sebentuk cahaya penerang perjalanan. Bukankah kedalaman hanya membuka dirinya pada batin yang menemukan puncak keheningan dalam guncangan-guncangan...???
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Sekilas

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Mega Oc. - Saya Senang dengan anda mengklik informasi ini, berarti anda peduli dengan keberadaan blog ini, saya berharap ini bukan untuk pertama kalinya anda mengunjungi blog ini. Mudah-mudahan blog ini bermanfaat.

Sekilas Pesan

Belajar dan belajar sampai bodoh kembali. Tdk menginginkan org lain kecewa krn tingkah ku. Menabur kebaikan akan menuai berkah. Jadi tdk menabur angin agar tdk menuai badai.(' ',)