Selasa, 17 April 2012

Catatanku dari Tellu Limpoe II


Perjalanan menempuh perkenalan selama dua bulan begitu mengesankan. Hal yang sulit menjadi orang ramah adalah, keegoisan dalam diri yang tak mampu menundukkan hati. Kini Pajalele bagian dari Tellu Limpoe meninggalkan jejak kenangan indah. Mulai dari pahit sampai manis pun tertuang dalam alur keseharian. Mulai dari anak-anak sampai orang tuapun penuh semangat dalam belajar, bahkan menganut agama mereka. Banyak ku dapatkan pelajaran selama berKKN di kota itu.

Bersuku-suku namun tetap satu jua! Ini adalah slogan Bhineka Tunggal Ika Negara Indonesia. Seperti itulah masyarakat Tellu Limpoe! Setiap timbul masalah lebih baik di selesaikan dengan cara musyawarah, ketika hal itu tidak mampu di atasi kekerasan pun turun. Sepertinya setiap orang pasti mengalami hal itu. Dalam lingkup Tellu Limpoe hanya terdapat dua kepercayaan yang dianut, yakni Hindu dan Islam. Yang di mana Hindu terkenal dengan masyarakat Tolotang yang terletak di bagian Selatan Amparita.

Memang negara kita penganut Pluralisme! Istilah ini merupakan kata yang ringkas untuk menggambarkan sebuah tatanan dunia baru di mana perbedaan budaya, system kepercayaan, dan nilai-nilai membangkitkan bergairahnya pelbagai ungkapan manusia yang tak akan kunjung habis sekaligus mengilhami konflik yang tak terdamaikan. Melihat kenyataan paham ini, pengakuan dalam suatu komunitas umat beragama menjanjikan dikedepankannya prinsip inklusivitas, suatu prinsip yang mengutamakan akomodasi dan bukan konflik di antara berbagai klaim kebenaran agama dalam masyarakat yang heterogn secara cultural dan religious. Inklusivitas kemungkinan semacam ini bermuara pada tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai kemungkinan unik yang bisa memperkaya usaha manusia dalam mencari kesejahteraan spiritual dan moral.

Dalam hal ini, Gus Dur dan rekan-rekannya yang lain menyetujui paham ini di tegakkan di Indonesia, karena Negara yang pada awalnya memiliki banyak kepercayaan. Paham ini lahir, karena salah satu asumsi mereka setiap kepercayaan mempunyai ukuran kebenaran. Intelektual muslim Komaruddin Hidayat dari Paramadina berpendapat:

Setiap agama lahir dalam sebuah lingkup sejarah dan kemudian menciptakan tradisi. Kebesaran sebuah agama, oleh karenanya, akan diukur antara lain melalui kebesaran tradisi yang ditinggalkan. Sedangkan kuat-lemahnya sebuah tradisi agama akan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pendukunganya, di samping tentu saja oleh muatan-muatan ajaran atau doktrinnya. Namun semua doktrin agama selalu berkembang dalam dalam perjalanan historisnya sehingga apa yang di sebut teologi, misalnya adalah bersifat antropologi. Maka dari itu pluralism bersifat menjadi sebuah keniscayaan.

Awalnya saya tidak percaya adanya kepercayaan tersebut. Karena di pikiran saya yang masih bertanya-tanya, jika itu ada seperti apa ibadah mereka. Agama yang di akui dalam negara kita hanya 6, semua ibadah mereka telah ku pelajari dengan cara bertanya-tanya kepada penganutnya. Sedikit tidak-nya minimal saya mendapatkan ilmu itu.

Akhirnya, warga Pajalele sedikit menjelaskan tentang eksistensi kepercayaan Tolotang. Saya pun di kenalkan dengan berbagai penganutnya, bahkan guru-guru yang ada di sana. Ada perasaan takut, takutnya mereka tidak mau berkenalan dengan saya. Saya tidak tahu harus bermulai dari mana pembicaraan ini, karena bahasa bugis menjadi bahasa keseharian mereka. Sedangkan saya hanya tahu-nya berbahasa Indonesia. Bersyukur teman saya dapat membantu saya untuk mentranslate bahasa tersebut.

Pertemuan dan perkenalan pertama sangat membuat saya penasaran mengetahui kepercayaan itu. Semakin terpacu untuk terus tahu. Setiap orang yang saya kenal, saya pun bertanya, dan jawaban-jawaban itu saya ‘save’ pada otak, sesampai di posko saya catat walaupun sedikit penjelasan itu. Saya bertanya mulai dari remaja, dewasa, sampai orang tuanya. Karena biar bagaimana pasti ada mereka tahu tentang kepercayaan itu, walaupun sedikit. Apa yang ku kerjakan ini tak seorang teman posko pun mengetahuinya, karena saya takut menjadi sebuah kesalahan bagi mereka. Saya takut juga menjadi bahan cerita teman-teman KKN yang di tempatkan di Kecamatan Tellu Limpoe.

Penasaran dalam mengetahui kepercayaan ini semakin besar! Pada dasarnya saya menyukai pengakajian agama seperti ini. Tujuan saya hanya ingin menambah khasanah intelektual di bidang agama.



Baca Artikel Selanjutnya:
Catatanku dari Tellu Limpoe III


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

Sekilas

SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Mega Oc. - Saya Senang dengan anda mengklik informasi ini, berarti anda peduli dengan keberadaan blog ini, saya berharap ini bukan untuk pertama kalinya anda mengunjungi blog ini. Mudah-mudahan blog ini bermanfaat.

Sekilas Pesan

Belajar dan belajar sampai bodoh kembali. Tdk menginginkan org lain kecewa krn tingkah ku. Menabur kebaikan akan menuai berkah. Jadi tdk menabur angin agar tdk menuai badai.(' ',)