Perjalanan
menempuh perkenalan selama dua bulan begitu mengesankan. Hal yang sulit menjadi
orang ramah adalah, keegoisan dalam diri yang tak mampu menundukkan hati. Kini Pajalele
bagian dari Tellu Limpoe meninggalkan jejak kenangan indah. Mulai dari pahit
sampai manis pun tertuang dalam alur keseharian. Mulai dari anak-anak sampai
orang tuapun penuh semangat dalam belajar, bahkan menganut agama mereka. Banyak
ku dapatkan pelajaran selama berKKN di kota itu.
Bersuku-suku
namun tetap satu jua! Ini adalah slogan Bhineka Tunggal Ika Negara
Indonesia. Seperti itulah masyarakat Tellu Limpoe! Setiap timbul masalah lebih
baik di selesaikan dengan cara musyawarah, ketika hal itu tidak mampu di atasi
kekerasan pun turun. Sepertinya setiap orang pasti mengalami hal itu. Dalam
lingkup Tellu Limpoe hanya terdapat dua kepercayaan yang dianut, yakni Hindu
dan Islam. Yang di mana Hindu terkenal dengan masyarakat Tolotang yang terletak
di bagian Selatan Amparita.
Memang negara kita penganut Pluralisme! Istilah ini merupakan kata
yang ringkas untuk menggambarkan sebuah tatanan dunia baru di mana perbedaan
budaya, system kepercayaan, dan nilai-nilai membangkitkan bergairahnya pelbagai
ungkapan manusia yang tak akan kunjung habis sekaligus mengilhami konflik yang
tak terdamaikan. Melihat kenyataan paham ini, pengakuan dalam suatu komunitas
umat beragama menjanjikan dikedepankannya prinsip inklusivitas, suatu prinsip
yang mengutamakan akomodasi dan bukan konflik di antara berbagai klaim
kebenaran agama dalam masyarakat yang heterogn secara cultural dan religious. Inklusivitas
kemungkinan semacam ini bermuara pada tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai
kemungkinan unik yang bisa memperkaya usaha manusia dalam mencari kesejahteraan
spiritual dan moral.
Dalam hal ini, Gus Dur dan rekan-rekannya yang lain menyetujui
paham ini di tegakkan di Indonesia, karena Negara yang pada awalnya memiliki
banyak kepercayaan. Paham ini lahir, karena salah satu asumsi mereka setiap
kepercayaan mempunyai ukuran kebenaran. Intelektual muslim Komaruddin Hidayat dari
Paramadina berpendapat:
Setiap agama lahir dalam sebuah lingkup sejarah dan kemudian
menciptakan tradisi. Kebesaran sebuah agama, oleh karenanya, akan diukur antara
lain melalui kebesaran tradisi yang ditinggalkan. Sedangkan kuat-lemahnya
sebuah tradisi agama akan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pendukunganya,
di samping tentu saja oleh muatan-muatan ajaran atau doktrinnya. Namun semua
doktrin agama selalu berkembang dalam dalam perjalanan historisnya sehingga apa
yang di sebut teologi, misalnya adalah bersifat antropologi. Maka dari itu pluralism
bersifat menjadi sebuah keniscayaan.
Awalnya
saya tidak percaya adanya kepercayaan tersebut. Karena di pikiran saya yang
masih bertanya-tanya, jika itu ada seperti apa ibadah mereka. Agama yang di
akui dalam negara kita hanya 6, semua ibadah mereka telah ku pelajari dengan
cara bertanya-tanya kepada penganutnya. Sedikit tidak-nya minimal saya
mendapatkan ilmu itu.
Akhirnya,
warga Pajalele sedikit menjelaskan tentang eksistensi kepercayaan Tolotang. Saya
pun di kenalkan dengan berbagai penganutnya, bahkan guru-guru yang ada di sana.
Ada perasaan takut, takutnya mereka tidak mau berkenalan dengan saya. Saya tidak
tahu harus bermulai dari mana pembicaraan ini, karena bahasa bugis menjadi
bahasa keseharian mereka. Sedangkan saya hanya tahu-nya berbahasa Indonesia. Bersyukur
teman saya dapat membantu saya untuk mentranslate bahasa tersebut.
Pertemuan
dan perkenalan pertama sangat membuat saya penasaran mengetahui kepercayaan
itu. Semakin terpacu untuk terus tahu. Setiap orang yang saya kenal, saya pun bertanya,
dan jawaban-jawaban itu saya ‘save’ pada otak, sesampai di posko saya catat
walaupun sedikit penjelasan itu. Saya bertanya mulai dari remaja, dewasa,
sampai orang tuanya. Karena biar bagaimana pasti ada mereka tahu tentang
kepercayaan itu, walaupun sedikit. Apa yang ku kerjakan ini tak seorang teman
posko pun mengetahuinya, karena saya takut menjadi sebuah kesalahan bagi
mereka. Saya takut juga menjadi bahan cerita teman-teman KKN yang di tempatkan
di Kecamatan Tellu Limpoe.
Penasaran
dalam mengetahui kepercayaan ini semakin besar! Pada dasarnya saya menyukai
pengakajian agama seperti ini. Tujuan saya hanya ingin menambah khasanah
intelektual di bidang agama.