Desember 2012!
Resiko manusia yang beranjak
tua adalah mulai didatangi dengan masalah-masalah kehidupan yang terkadang ia
sendiri tak mampu menghadapinya. Jika tertawa tak bisa sepenuhnya, jika pengen
nangis pun, demi gengis suara tak terdengar sedikitpun. Tapi saat-saat beban
hidup terhimpit, saat pekerjaan meremukkan otak dan tulang, saat pandangan masa
depan mulai sirna, menjadi kanak-kanak kembali adalah pilihan terbaik.
Menertawakan beban hidup,
bermain sepenuh hati menjadi diri sendiri. Catatan hari adalah dokumen penting
hari-hari yang pernah kita lalui, cermin yang memantulkan buram jernihnya
pemikiran dan keputusan ku atas pilihan-pilihan yang terbentang disepanjang
jalan hidup. Langkah-langkah ku yang kemaren adalah pijakan awal yang harus
berlanjut bahkan lebih mandiri pijakannya.
Catatan di bulan ini, nasibnya
tak jauh dari keranjang SAMPAH. Segala macam persoalan, renungan, pandangan
atau penyikapan atas segala hal yang menyangkut diriku tumpah semua di sana. Tak
ada klasifikasi atau pemilihan. Barangkali besok-besok akan tumbuh lebih liar,
dengan berbagai tambahan gambar-gambar misalnya atau hal-hal lain yang belum
terpikirkan sekarang.
Aku tak mau membuatnya
seolah-olah di plot dan seperti direncanakan matang. Biarlah ia sekedar
cuatan-cuatan ide atau tulisan-tulisan yang tak berpola. Paling tidak bisa
mewakili sisi diri ku yang paling aku sukai, unpredictable. Aku benci
dengan stagnasi dan kejemuan.
Aku bangga jika pikiran luas
bisa mengembara dengan sebebas-bebasnya. Ada sunnatullah yang mengatur peran
dan posisi sosial tiap-tiap manusia agar kehidupan bisa terus berjalan. Tapi barangkali
seorang pemikir yang gelisah adalah suatu kutukan. Adakah kebahagiaan bisa di
peroleh dalam kegelisahan? Ataukah kegelisahan yang terus menerus ini akan
menemukan kebahagiaan di ujungnya? Biarlah kebenaran yang akan menentukan ia
boleh di ikuti atau justru ditolak sama sekali. Tak bijak kalau pikiran
dibingkai dan di arah-arahkan karena rasa takut akan norma, hukum atau agama.
Pikiran bertugas mencari
kebenaran, tak sekedar mengikuti atau meniru-niru yang sudah ada. Ijtihad yang
sungguh-sungguh jauh lebih baik bermanfaat dari pada sekedar taqlid buta.
Aku merindukan pencerahan dan
penyadaran. Membutuhkan penyelaman nilai-nilai baru untuk mendalami situasi
keseharian yang semakin kompleks. Aku ingin hidup sementara ini berarti. Aku ingin
Tuhan tersenyum menyaksikan gerak kehidupan yang aku jalani.
Dan akhirnya kini aku lemah dan
kalah dengan serangan meteor dari Tuhan! Renungan pasca tahajud membuatku tak
berdaya. Sulit untuk menggambarkan perasaan itu. Menggambarkan perjalanan
seharian melewati jalanan bersalju. aku bahkan tak tahu apakah aku tersesat,
karena untuk kembali kejalan pulang aku pun tak mampu.
Secara manusiawi kita wajar
berteriak histeris, memaki-maki dan mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. Sebagian
besar orang yang pernah hidup di bumi ini akan melakukan hal yang sama, untuk
semua hal buruk yang terjadi maka jawaban yang paling masuk akal adalah
menyalahkan apa saja, siapa saja, selain diri sendiri tentunya.
Tapi jika kita memilih
menerima dengan besar hati dan bersyukur atas semua keburukan yang terjadi,
pada akhirnya akan ditemukan bahwa sebenarnya Tuhan hanya menggoda.