Bulan terus berganti! Hari berjalan tak mengenal arah. Jam berputar
tak berujung. Aku dan kamu hanya berdialog bebas. Menatap hari-hari yang di
lalui tanpa rasa curiga sedikit pun. Teknologi yang canggih ini seakan menjadi
Tuhan atas perjalanan yang kita alami. Kita di sibukkan dengan aktifitas
pribadi, aku dan kamu yang mempunyai rasa dan pikir berbeda. Setiap paginya
hanya mengenalkan dan mempertahankan diri dengan perhatian dan nasehat. Memang
perjalanan ini yang beda kita tegakkan dengan ABG.
Seluruh pertemuan kita serasa hanya menjadi iklan kehidupan.
Menatapmu dengan wajah kosong, lalu mengalihkan dunia. Setiap kita, ada hal
yang kita tutupi. Memang kita bukan siapa-siapa, hanya menjalankan proses
harapan sesama. Terkadang pertemuan itu membuat aku menginginkanmu untuk tetap
tinggal, tapi aku tahu keinginan itu adalah egois. Kita punya harapan yang
sama, bahkan ada yang berbeda. Sedikit menimbulkan keyakinan, perasaan kita
saat ini tidak cukup kuat untuk mempertahankan apa yang kita punya.
Aku tidak akan melupakan seluruh nostalgia kita di saat bertemu!
Walau hanya pertemuan formal bahkan berdiri di jalan. Aku mencoba mengulang hal
itu, tapi tak mampu meruyung hari. Kadang kala dunia melangkah atas keangkuhan
pribadi yang tidak pernah timbul rasa sesal. Mungkin itu adalah fitrah manusia
yang berproses menjadi insan kamil.
Alibimu menjadi nasehat kecil tak bertulang tapi mampu merasuki
hati dan mengganggu psikologi. Setiap pesan dan kata-katamu menjadi hal krusial
untuk-ku. Hp berdering tanda pesan menjadi wajah mengerut ke atas tanda
senyum, di saat berdering nada telpon, namamu tertera, rasa ini semakin kuat
memikirkanmu. Entah apakah ini juga menjadi salah satu dari fitrah manusia,
bahwa cinta dan sayang adalah sifat dasar yang tertanam sejak lahir.
Tuhan! Apakah cinta ini hanya seuntai kata yang tak punya makna?
Melihat harapan yang terus bergulir mengikuti waktu arah jam yang tah punya
ujung. Mengingat perayaan kebaikan yang mempunyai tekad sama demi masa depan.
Aku tak perduli lagi apakah akan ternilai ekonomis atau ternilai kementalan
tentang aku dan kamu. Yang jelas di raut wajahmu aku selalu menangkap pesan
pendek yang akan selalu aku ingat di saat iklan itu berujung.
Apakah nantinya waktu menjadi masalah diantara kita? Nampaknya kita terlalu egois jika memikirkan hasrat keinginan
sedangkan Tuhan belum meridhai hal itu tentang kita. Bayang dalam ratapan mata,
sama halnya seperti pertama kali bertemu denganmu. Tak sedikitpun ada perubahan
zaman rasa. Karena ujung kesetiaan dan ujung pertahanan menjadi kokoh kuat
mengingat harapan kita. Memang tak pernah kita saling cerita harapan itu secara
mendalam, hanya kita saling menangkap pesan setiap pembicaraan. Aku tak akan
menutup mata ini sebelum rindu kau obati. Memang nafsu membunuh cinta yang semu,
tapi aku tak berlebihan menangkap sinyalmu yang akhirnya merugikan kita.
Sekilas
tentang misteri hari, yang di mana kau tak akan pernah tau tentang hal ini, dan
selalu ku menutupi kisah ini. Rasanya sulit ku pahami perjalanan hari ini.
Rindu yang semakin membungkam tak menahan lara demi bertahannya hati ini untukmu.
Barangkali inilah yang dinamakan orang-orang semakin jauh semakin rindu.
Terkadang hariku redup tanpa alibimu, kalut terdiam tak bersuara sedikitpun.
Seandainya kau menyadari bahwa hanya alibimu yang membangkitkanku di setiap
aktifitasku, mungkin setiap harinya nasehat itu selalu ada dan gairah itu
selalu bangkit. Karena untuk hari ini hatiku kusut seperti benang yang tak di
gunakan lagi. Aku ingin kau ada di saat kalutan ini, terbaring demi bertahannya
serangan virus. Aku juga tidak mau permasalahkan dan menekankan kehadiranmu di
sampingku, cukup suaramu menjadi obat dari kesembuhan semua yang terserang
dalam diri ini.
Kamu
adalah lelaki terkuat dan terhebat yang pernah ku kenal. Semangatmu tinggi,
sepertinya retorika kaum bijak kau tegakkan dalam dirimu, lalu virus semangat
itu kau sebarkan dengan baik. Kalau dalam bahasa fiqh kau cocok membuat madzab.
Sepertinya aku terlalu mendramatisir sosokmu di coretan ini. Memang kau bukan
malaikat, tidak punya sayap untuk terus terbang, tapi selalu membantuku tuk
terbang. Kau juga bukan ahli kimia, aku yakin tak bisa menghafal 1000 unsur
kimia, tapi kau mampu menjelaskan isi dunia kepadaku. Kau juga bukan pelawak
yang terpopulerkan dalam layar lebar, tapi selalu membuatku senyum. Bahkan kau
bukan Tuhan yang selalu mengabulkan kebutuhan manusia, tapi kau selalu ada di
saat aku butuh ilmu. Yah! Walau saat ini hanya teknologi yang memediasi kita
itu tak membuatku runtuh mendengar alunan katamu yang tersusun rapi menjadi
sebuah makna.
Saat itu aku selalu menginginkan kau memberiku kabar tentangmu yang
jauh! Aku selalu siap menikmati ribuan kata darimu. Dan di saat pagi mulai
menghadapi aktivitas isi dunia, ku tetap terbaring. Apakah kau juga
merindukanku yang selayaknya aku merindukanmu? Melawan hasrat rindu, lewat
ucapan pendek tak bersuara.
Aku berharap! Tuhan yang akan memanivestasikan hasrat rindu ini
dengan jarak ratusan kilometer yang sama-sama kita korbankan. Barangkali kita
harus nikmati seadanya, karena setiap kita punya prioritas dalam hidup ini.
Sebab jarak hanya satu hasta dari jengkalku dan jengkalmu (hati kita berdua).
Baca Juga:
Bulan Meteor [1]
Bulan Meteor [2]