Sepertinya memang susah ketika berusaha menjadi manusia mulia di
hadapan manusia lain! Kita punya hak individu, tapi perlu di ingat juga kita di
batasi dengan hak individu yang lain. Satu hal yang menjadi penyakit kronis
tiap manusia adalah selalu mengedepankan ego tanpa berpikir secara rasional.
Sigmun freud: “orang berilmu dan berseni maka dia beragama, tapi
ketika orang itu tidak berilmu dan berseni maka sebaiknya dia beragama”.
Sedikit kesimpulan yang sederhana dari freud yakni “menyeimbangkan
otak kiri dan otak kanan”.
Logika sederhana, orang yang punya dasar iman saja terkadang tidak
mampu mengendalikan egonya, bagaimana jika orang itu tidak punya iman sama
sekali. Saya yakin dan percaya, tiap agama mengajarkan penganutnya hal baik
mulai dari lahirnya dia sampai ke liang lahatnya. Ketika tiap manusia tak
mempunyai hal ini, bisa saja atheis berperan lagi dalam dirinya. Dari
kecilnya kita mendapatkan ilmu di bangku sekolah, ketika kita meneruskan dalam
ranah perkuliahan yang menggantikan dari “siswa ke mahasiswa” berarti kita
adalah orang-orang yang beruntung, merubah pola pikir kekanak-kanakan kita
menjadi proses pendewasaan. Saya katakan beruntung, karena tidak semua orang
mampu melakukan hal yang sama dengan kita. Mempunyai semangat tinggi untuk
sekolah. Tapi ketika proses itu hanya stagnan tak merubah sikap kita, sama
halnya kita menjadi orang yang paling merugi di dunia (Dr. Aidh Al Qarni).
Ternyata untuk melakukan perubahan tiap diri tidaklah mudah. Tapi
ketika perubahan itu di dalamnya terbungkus dengan kemauan dan tekad
untuk mempermudah pasti dapat terjadi perubahan itu. Memang orang tua
adalah faktor utama yang menopang anaknya menjadi manusia yang mulia. Terkadang
orang-orang melihat dari karakter seorang anak, lalu mengambil kesimpulan watak
orang tuanya. Tapi saya juga masih teringat kata Prof. Nur Syam (Rektor IAIN
Sunan Ampel), “kita tak bisa mengklaim dan menilai tiap orang dari luar,
kita harus masuk dalam psikologinya, agar kita paham sehingga pemberantasan itu
bisa di lakukan”.
Yupzzz!!! Tidak ada salahnya ketika kita berusaha menjadi manusia
yang mulia di hadapan Sang Pencipta dan Hamba-Hamba-Nya. Santunan kepada
Hambanya itu lebih baik, setiap ada masalah di musyawarahkan. Ketimbang menjadi
wanita yang suka bergosip! Makanya selalu saya menekankan, bagaimana baiknya
berusaha merubah penilaian orang-orang tentang “wanita itu sukanya gosip”.
Memang wanitalah yang mengkonsepsikan, sehingga penilaian itu muncul bahkan
merebak sampai ke pelosok dunia. (kok berbicara wanita sih) contoh sederhana
dan sekilas info..
Mau baik! Nasehat dari orang gila juga di pertimbangkan, karena
sesungguhnya orang gila itu bukanlah kemauannya menjadi seperti itu. Menurutku
dia tidak gila, hanya beda pespektif kepada yang lebih normal. Dia masuk
dalam dunia dan alam yang beda dengan yang lebih normal. Orang itu juga mampu
membedakan yang mana makanan dan benda, ada rasa haus ada juga rasa laparnya.
Ketika dia menyebrangi jalan dia juga melihat kanan-kirinya mengontrol kendaraan.
Ketika dia mendekatkan diri kepada yang normal, sebenarnya dia hanya ingin
mencari teman untuk menghibur di dunianya yang beda. Artinya orang gila
saja berpikir keras tentang hidupnya agar menjadi manusia yang baik dan mulia.
Lebih baik mengatakan “selamat tinggal orang gila, namun tampak waras. Dari
pada tampak waras namun tergila-gila dan gila beneran. Wah ini yang repot
teman’s.
Yah! Kenapa kita yang normal tidak mampu dan bisa melakukan hal
itu? Kalau kita di tanya soal agama, kita menyebutkan salah satu agama dari
enam agama yang di akui pemerintah. Atau jangan sampai agama kita adalah agama
keturunan dari ayah dan ibu, bisa jadi agama ikut-ikutan tanpa menganut secara
detail dan menjalani secara tulus. Kata seorang teman “ga apa-apa to yo
ikut-ikutan ga melakukan secara tulus, yang penting punya agama mba, ketimbang
atheis kan lebih berdosa”. Ini menjadi alasan teman’s, sehingga dalam diri
manusia tak lagi mampu berusaha berbuat baik dan mulia di hadapan Tuhan dan
Hamba-HambaNya. Lalu kata seorang kakek “ berbuat baik itu tak perlu di
tunda-tunda selama masih ada kesempatan kita melaksanakannya”.
Berusahalah
jadi manusia yang lebih mulia